Mulai Sejak Dini, Ini Cara Mencegah Penularan Tetanus, Difteria, dan Pertusis!
Penularan penyakit tetanus, difteria dan pertusis atau Tdap tidak dapat disepelekan oleh siapapun.

Karena jika penyakit Tdap tidak ditangani dengan baik, maka bahaya yang ditimbulkan akan semakin besar.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat, selama tahun 2017, tercatat ada 38 anak Indonesia yang meninggal dan lebih dari 600 anak dirawat di rumah sakit umum karena terserang difteri di 120 kota atau kabupaten.[1]
Sementara itu, berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia, ada 415 kasus penularan pertusis di tanah air pada tahun 2022. Jumlah tersebut naik signifikan dibandingkan pada tahun 2021 dan 2020, yang masing-masing berjumlah 12 dan 41 kasus. Sementara pada 2019, tercatat ada 386 kasus pertusis.[2]
Di sisi lain, penularan tetanus di Indonesia juga terbilang cukup tinggi. Di tahun 2017, WHO melaporkan insidensi tetanus neonatorum di Indonesia sebanyak 25 kasus, dan insidensi tetanus secara keseluruhan adalah 506 kasus.[3]
Data-data tersebut menunjukkan, bahwa masih banyak sekali masyarakat yang masih belum memahami pentingnya mencegah penularan wabah Tdap. Padahal, ini merupakan salah satu hal terpenting yang harus diketahui khususnya oleh orang tua yang memiliki anak di bawah usia 7 tahun.
Sebagai informasi, difteri adalah penyakit menular yang penderitanya dapat tertular melalui batuk, bersin-bersin, atau luka terbuka. Penyakit ini berasal dari infeksi bakteri corynebacterium dipheriae, di mana ia menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat mempengaruhi kondisi kulit.[4]
Difteri dapat mengancam siapa pun, karena jika tidak ditangani dengan baik dan sesuai prosedur, dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti kerusakan saraf, kelumpuhan otot jantung, hingga penyumbatan saluran pernapasan.[5]
Pertusis, atau yang biasa disebut dengan batuk rejan, merupakan penyakit yang menyerang paru-paru. Penyakit ini menular dari orang-ke-orang melalui droplets, yang dihasilkan saat sang penderita batuk ataupun bersin.[6]
Penyakit pertusis dapat menyerang semua golongan umur. Berdasarkan data The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, bagi bayi yang terkena penyakit ini, 1 dari 5 di antaranya menderita pneumonia atau radang paru-paru. Sementara, kasus meninggal dunia terjadi pada 1 dari 100 pasien pertusis.
Bagi anak-anak di atas 7 tahun dan orang dewasa, mereka yang tidak diberikan vaksinasi juga bisa terkena komplikasi, seperti pneumonia, akibat pertusis. Namun biasanya komplikasi tersebut tidak terlalu serius pada kelompok orang yang lebih tua, terutama jika sebelumnya telah menerima vaksin pertusis.[7]
Sedangkan, tetanus adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan neurotoksin, yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat serta menyebabkan kejang otot. Pada bayi, bentuk paling umum dari tetanus adalah tetanus neonatorum, yang pada umumnya disebabkan oleh infeksi melalui tali pusat yang tidak steril.[8]
Lalu, bagaimana cara kita untuk mencegah penularan Tdap sejak dini? Satu-satunya cara untuk mencegah penyakit Tdap adalah dengan melakukan vaksinasi, di mana setiap jenis penyakit dan usia setiap orang memiliki vaksin yang berbeda-beda.
Ada tiga vaksin kombinasi yang bisa digunakan untuk mencegah penularan Tdap, yakni vaksin DtaP, vaksin Tdap, dan vaksin Td. Vaksin DTaP dapat dilakukan untuk bayi dan anak-anak di bawah usia 7 tahun. Vaksin ini dapat melindungi tiga penyakit sekaligus, yakni difteria, pertusis dan tetanus.
Sementara untuk anak-anak di atas 7 tahun dan orang dewasa, bisa menggunakan vaksin Tdap, yang juga dapat melindungi diri dari tiga penyakit sekaligus. Vaksin Td juga dapat digunakan bagi anak-anak yang lebih tua dan dewasa, yang bisa digunakan untuk mencegah tetanus dan difteri.[9]
Imunisasi Tdap diberikan sebanyak 5 kali saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan pada usia 4 hingga 6 tahun. Setelah itu, anak-anak perlu mendapatkan booster, lewat imunisasi Td atau Tdap untuk anak usia di atas 7 tahun dan harus diulang setiap 10 tahun sekali, termasuk untuk orang dewasa.[10]
Jika Anda memiliki pertanyaan terkait dengan vaksinasi Tdap, Anda bisa berkonsultasi secara langsung dengan dokter, untuk dapat memastikan vaksinasi Tdap yang tepat bagi Anda maupun keluarga Anda.
ID-GEN-2025-02-F6OI
Referensi
[1] CNN Indonesia, IDI: Wabah Difteri Muncul Karena Imunisasi Belum Merata, terakhir diakses 24 Februari 2025
[2] The Conversation Indonesia, Penularan Senyap Pertusis di Indonesia Karena Pemantauan Lemah, terakhir diakses 24 Februari 2025
[3] Alomedika, Epidemiologi Tetanus, terakhir diakses 24 Februari 2025
[4] Halodoc, Difteri, terakhir diakses 25 Februari 2025
[5] RS Pondok Indah, Bahaya Difteri Pada Anak, terakhir diakses 24 Februari 2025
[6] Minessota Department of Health, Pertussis (Whooping Cough) Facts, terakhir diakses 24 Februari 2025
[7] CDC, Symptoms of Whooping Cough, terakhir diakses 25 Februari 2025
[8] Ayo Sehat Kemkes RI, Tetanus, terakhir diakses 19 Februari 2025
[9] Medline Plus, Tetanus, Diphteria, and Pertussis Vaccines, terakhir diakses 19 Februari 2025
[10] Halodoc, Difteri, terakhir diakses 19 Februari 2025