27 Des 2024
Dislipidemia adalah kondisi ketidakseimbangan kadar lemak atau lipid dalam darah, seperti kolesterol dan trigliserida.
Kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) yang tinggi dan kolesterol HDL (high-density lipoprotein) yang rendah dapat menyebabkan penumpukan lemak di dinding arteri. Para ahli kesehatan mengategorikan dislipidemia sebagai faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner.
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi penyakit jantung di Indonesia adalah sekitar 1,5% pada seluruh kelompok usia. Pembiayaan penyakit jantung juga menjadi beban terbesar di BPJS Kesehatan. Artinya, dislipidemia memengaruhi kualitas kehidupan, meningkatkan beban ekonomi, meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Utamanya, akibat penyakit kardiovaskular yang hampir separuhnya berkaitan dengan kadar kolesterol LDL yang tinggi.
Inilah mengapa upaya penanggulangan dislipidemia berkaitan erat dengan target penurunan kadar kolesterol LDL atau “kolesterol jahat” menjadi kurang dari 55 mg/dL. Pencapaian target ini terbukti dapat menurunkan risiko kejadian penyakit kardiovaskular. Sayangnya, Studi DYSIS II mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan yaitu hanya 31% pasien di Asia yang mencapai target LDL di bawah 70 mg/dL.[1]
Jenis & Faktor Risiko Dislipidemia[2]
Dislipidemia dikategorikan menjadi dislipidemia primer dan dislipidemia sekunder.
Dislipidemia primer didapatkan karena faktor keturunan atau mutasi genetik. Adapun dislipidemia sekunder diakibatkan gaya hidup seperti merokok, minum minuman beralkohol, jarang berolahraga, hingga pola makan yang tinggi lemak jenuh.
Selain itu, beberapa penyakit juga dapat meningkatkan risiko dislipidemia. Misalnya, tingginya kolesterol dan plak di pembuluh darah (aterosklerosis), diabetes, hipotiroidisme, penyakit hati, penyakit ginjal, obesitas, penggunaan obat-obatan tertentu, hingga menopause.
Cara Mencegah & Mengatasi Dislipidemia[3]
Dislipidemia menjadi semakin berisiko sebab kerap tidak menimbulkan gejala dan baru terdeteksi ketika seseorang melakukan pemeriksaan darah. Malah, bisa saja dislipidemia baru terdeteksi setelah seseorang terkena stroke atau serangan jantung. Oleh karena itu, penting untuk mencegah dislipidemia sejak dini dengan melakukan:
Rutin screening kadar lipid, terutama bagi seseorang yang memiliki riwayat keluarga atau faktor risiko lainnya.
Diet untuk menurunkan berat badan agar kadar kolesterol LDL bisa diturunkan. Caranya, kurangi asupan lemak jenuh, makanan yang mengandung lemak trans, gula tambahan, dan garam. Sebaliknya, tingkatkan konsumsi makanan yang mengandung banyak seperti buah dan sayuran serta sumber omega-3 seperti avokad.
Rutin berolahraga agar kadar kolesterol darah kembali ke tingkat normal. Caranya, luangkan waktu berolahraga selama 20 – 30 menit selama 5 kali dalam seminggu. Misalnya, berlari dan berenang.
Hentikan kebiasaan merokok agar kadar kolesterol HDL bisa meningkat hingga 5 – 10%.
Batasi asupan alkohol untuk mengurangi kadar kolesterol jahat dalam darah.
Jika hasil screening menyatakan Anda mengidap dislipidemia, segera berkonsultasi dengan dokter agar Anda bisa mendapatkan obat yang tepat. Terlebih lagi jika Anda mengidap penyakit komorbid seperti diabetes, hipertensi, hipotiroidisme, penyakit ginjal kronis, atau penyakit hati. Penyakit-penyakit ini dapat memengaruhi kadar lipid atau meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, sehingga saran dan rekomendasi perawatan dari dokter menjadi sangat penting untuk dipatuhi demi kualitas hidup yang lebih baik.[4]
Terapi Terkini untuk Obati Dislipidemia[5]
Secara umum, cara mengatasi dislipidemia adalah menurunkan kadar kolesterol LDL, menaikkan kadar kolesterol HDL, dan mengurangi kadar trigliserida. Biasanya, obat yang diberikan oleh dokter adalah terapi statin. Namun jika seseorang belum bisa mencapai target LDL, maka salah satu solusi yang dapat diberikan adalah obat dislipidemia yang mengombinasikan zat aktif statin intensitas tinggi seperti rosuvastatin dengan zat aktif ezetimibe.
Menurut data dari berbagai penelitian, kombinasi rosuvastatin dan ezetimibe dapat menurunkan kadar LDL hingga 65%. Hasil ini lebih memuaskan dibandingkan monoterapi statin intensitas tinggi yang hanya dapat menurunkan sekitar 50%. Terapi ini bermanfaat bagi pasien dengan dislipidemia yang tidak terkontrol dan memiliki risiko tinggi untuk mengalami serangan jantung agar bisa mencapai target LDL-C yang direkomendasikan sesuai pedoman yaitu <55 mg/dL.
Selain dapat ditoleransi dengan baik, terapi kombinasi rosuvastatin dan ezetimibe juga bisa menurunkan kadar LDL yang lebih banyak daripada monoterapi statin saja sehingga proporsi pasien yang mencapai target LDL-C pun lebih besar. Manfaat lainnya terapi kombinasi ini adalah membantu meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat karena lebih praktis.
ID-ZEN-2024-12-HZ6C (12/24)
Referensi
1. Kalventis, Optimalkan Penanganan Kolesterol Tinggi, Kalventis Luncurkan Obat Dislipidemia Fixed-Dose Combinations, terakhir diakses 15 Desember 2024
2. Alodokter, Ini Bahaya Dislipidemia dan Cara Menanganinya, terakhir diakses 15 Desember 2024
3. Alodokter, Ini Bahaya Dislipidemia dan Cara Menanganinya, terakhir diakses 15 Desember 2024
4. National Library of Medicine, Dyslipidemia, terakhir diakses 16 Desember 2024
5. Kalventis, Optimalkan Penanganan Kolesterol Tinggi, Kalventis Luncurkan Obat Dislipidemia Fixed-Dose Combinations, terakhir diakses 15 Desember 2024